masukkan script iklan disini
Fitri Chusna Farisa. (dok./kompas.com) |
Jjnews.co.id, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Susi Dwi
Harijanti hadir memberikakan keterangan sebagai ahli dalam siding pengujian
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Susi menyampaikan pentingnya pembuat undang-undang untuk
mematuhi prosedur pembentukan peraturan perundang-undang, sebutnya di persidangan
Prosedur pembentukan perundang-undang sendiri antara lain
diatur dalam tata tertib DPR.
Susi mengatakan, ada sejumlah praktik pembentukan
undang-undang yang bisa disebut inkonstitusional. Misalnya, dalam rapat
paripurna yang hanya didasarkan pada tanda tangan anggota DPR, tanpa kehadiran
fisik.
Hal itu, menurut Susi bertentangan dengan asas kedaulatan
rakyat yang telah diatur dalam undang-undang dasar 1945. “Tidak dapat
dibenarkan sebagai kebiasaan ketatanegaraan karena bertentangan dengan sendi
demokrasi yang di atur UUD Pasal 1 ayat (2),” sebutnya.
Menurut Susi, pembentukan sebuah UUD merupakan salah satu
cara rakyat mengatur dirinya. Oleh karena itu, prosesnya harus
merepresentasikan dan tidak boleh bertentangan dengan kehendak rakyat.
Ia mengatakan, pembentukan UUD juga harus memperhatikan
kedaulatan rakyat. Dalam hal ini, keterlibatan rakyat menjadi hal yang tak
dapat dipisahkan
“Selain itu forum konsultasi publik merupakan refleksi dari
pelaksanaan hak untuk didengar,” ujar Susi.
Diketahui, sejak disahkan oleh DPR pada September 2019 lalu,
UU KPK hasil revisi digugat oleh sejumlah pihak Mahkamah Konstitusi. (sint)